Jumat, 08 Juli 2011

(Bukan) Istana Kedua


Izinkan wajahku menjadi wajah telaga
Merona saat disulut cinta, menangis saat batin kehilangan kata
Memerah saat dihinggapi amarah, menggurat saat digores waktu
Izinkan wajahku bersuara apa adanya
Bagai telaga yang tak menolak lumut juga lumpur
Namun tetap indah dalam teguh dan ikhlasnya
Kepada udara, kepada surya, kepada alam raya
Menanti engkau yang melayang mencari arti hingga dini hari datang
Lalu kau luruh menjadi embun yang mengecupi halus wajahku
Saat engkau mencair menjadi aku dan aku hidup oleh sentuhanmu
Bersua tanpa balutan apa-apa
(Dewi Lestari)
            Seharusnya, ini kutulis dua tahun silam, ketika seorang sahabat datang bertamu tersedu di kamar. Wanita, 25 tahun usianya saat itu, cantik, mahasiswi S-2 sebuah institute ternama di Bandung, ceria*biasanya*, dan tentunya masih single. Saat itu, Bandung panas sekali. Juni memang tak pernah ditakdirkan bersahabat dengan hujan. Seingatku, pohon tanaman kertas,  di depan kamar  juga masih berkata malas berbunga. Gantungan cucian membisu, mungkin harap-harap cemas sang empunya ingat atau tidak mengangkat. Terdengar terlihat juga beberapa tetangga kamar, sedang asik menyeruput es potong yang memang selalu nikmat saat cuaca begini. Mereka bercanda. Bercanda soal partus, pasien pulang paksa, obat yang habis di ruangan, residen kandungan yang dekat dengan residen penyakit dalam, perawat senior yang tukang titah, atau soal menu makan malam yang sesuai kantong anak kostan. Ceria. Bidan-bidan muda itu memang selalu ceria.
            Sambil menikmati santap siang  yang sudah terlewat 4 jam dari waktu seharusnya, pintuku terdengar diketuk.  Masuk,  mungkin tepatnya nyelonong. Si cantik itu langsung duduk di pinggir kasur. Biasanya dia selalu membuka pertemuan kami, dengan ritual “cup-cup muah-muah” ala wanita. Tapi kali ini tidak, dia langsung memegang remote TV, memencetnya beberapa kali lalu kemudian menaruhnya.  Wajahnya bosan.  Mendung. Percakapan dimulai. “Kioo, makan apa?”, tanyanya tiba-tiba memecah hening. Berusaha menjawab sekenanya “telor…telor balado Rin....mau?”. “Nggak mau, males….”, sahutnya manja.  Duhduh, sahabatku yang satu ini memang unik. Biasanya orang stress, mendadak dirasuki setan bulimia. Tapi dia tidak. “Kioo, Bagas semalam sms, dia bilang dia kangen,   nggak dibales  sih, aku bingung”, penjelasannya meluncur begitu saja.   Aku masih asik dengan suapan. Berkata ringan “Seminggu lagi dia merit Rin, Sinta juga temen kita khan?”. Kulihat, si cantik itu terpekuk. Menyendu. “Tapi kok dia masih sms aku ya ?, sms nya aneh ”, si cantik itu jadi makin cantik kalau manyun begitu. “ Yo wes, nggak usah dibalas”, jawabku datar. Ku tak begitu suka memperpanjang masalah, yang kami sebenarnya sudah sama-sama tahu solusinya. Tapi begitulah wanita, ketika bercerita kadang tak selalu butuh solusi, hanya butuh telinga yang setia menemani.
Jadi teringat Bagas.Mungkin, karena sifat bertanggung jawab dan welas asihnya itu yang menjadikan dia buah bibir di kalangan teman-teman SMA. Menjadikan dia dijuluki Bagas ‘so damn sexy’ Saputra. Memang, beberapa tahun silam, dia pernah kami jodoh-jodohkan dengan Rini. Semua orang bilang mereka pasangan serasi. Tapi ya itu, orang tua Bagas, masih memegang prinsip leluhur, untuk tidak menikahkan anaknya dengan wanita di luar sukunya. Perjodohan batal. Bagas pergi PTT ke Sumatera dan Rini melanjutkan kuliahnya di Bandung. Tiba-tiba, sebulan yang lalu, kami menerima kabar. Bagas akan menikah dengan Sinta. Teman sekelas kami di SMA dulu. Karya Tuhan memang selalu penuh kejutan. Makanya ku terkejut, kenapa Bagas masih punya nyali untuk menghubungi Rini, seminggu sebelum pernikahannya.
Sebuah survey yang menyertakan 46.000 responden mengungkap bahwa satu dari lima pria yang telah/akan menikah mengaku berselingkuh dari kekasihnya. Sementara satu dari empat pria mengaku mungkin berselingkuh jika mereka tahu pasti tidak akan ketahuan. Sementara itu, 84 persen pria mengaku pernah tertarik dengan wanita lain, selain istri atau kekasih mereka.
            Selingkuh, dari segi bahasa saja sudah mengandung makna negative. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, selingkuh mempunyai makna yang banyak : tidak berterus terang, tidak jujur atau serong, suka menyembunyikan sesuatu, korup atau menggelapkan uang, memudah-mudahkan perceraian. Kelima-limanya dapat terjadi pada waktu, kondisi apapun dan dapat ditimbulkan oleh siapapun. Kelima-limanya tersebut tidak disukai oleh agama dan telah disebut dengan pelanggaran, Pelanggar perintah Allah.  Jika kelima-limanya tersebut terjadi dalam keluarga maka telah terjadi perselingkuhan dalam keluarga. Contohnya, apabila seorang isteri diam-diam mengambil uang suaminya tanpa memberitahu itu sudah termasuk selingkuh.  Jika seorang suami sebenarnya mendapatkan penghasilan 1 juta namun dilaporkan kepada isterinya hanya 500 ribu, maka itupun sudah termasuk selingkuh. Puncak selingkuh dalam keluarga adalah salah satu pihak telah menjalin hubungan dengan pria/wanita idaman lain (PIL/WIL) tanpa sepengetahuan pasangannya.

Ada ayat dalam Al-Quran, Surat An-Nisa yang menjelaskan bahwa betapa dekatnya arti pasangan dengan diri kita sendiri, bahkan jikalau memang harus bercerai, mahar yang telah diberikan kepada isterinya dahulu tidak boleh diminta kembali. Berikut bunyinya :
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”. (QS.4:20)

Sebenarnya tulisan ini untuk  diri saya sendiri. Dan juga Bagas. Teruntuk Bagas atau Bagas-Bagas yang lain, plis jangan hubungi Rini lagi ya. Sinta pasti terluka khan ?
*Nama tokoh, alur, dan latar cerita sudah sangat disamarkan, dengan persetujuan tokoh asli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar